Rabu, 01 Desember 2010

Anak Revolusi


     Ibunya sudah lama jadi janda. Ini tidak pernah dirasakannya sebagai gangguan. Dia tahu, ibunya masih cantik, masih banyak orang yang mau dengan ibunya. Sudah sering dia mendapat persenan baik uang maupun pakaian dari laki-laki yang ingin merasakan kemanisan hidup dengan ibunya.
Segala persenan itu diterimanya sebagai tipuan belaka. Adiknya saja yang belum mengerti; masih senang dia ditipu orang. Ibunya buat dia dan adiknya saja. Orang luar tidak boleh mengganggu kenikmatan mereka. Putusan ini sudah lama diambilnya, kalau dulu masih lemah, sekarang sudah membesi dalam hatinya. Malah pamannya yang pernah menjadi tempat dia bersombong kepada kawan-kawannya, sekarang sudah tidak berharga lagi. Dia mau menjadi seorang bapak buat adiknya dan seorang pahlawan bagi rumah tangga ibunya. Pagi-pagi Ama sudah ke luar berdagang dengan serdadu-serdadu India atau Inggris dan kalau hari sudah malam baru dia pulang. Tiap hari mesti ada untung yang masuk kadang-kadang besar, kadang-kadang juga kecil, tetapi selalu lebih besar dari kawan-kawannya yang sebaya dengan dia.
Marah ibunya tidak dipedulikan, karena dia tahu bahwa untung dagangannya sangat dibutuhkan oleh ibunya dan ia dipandang sebagai anak yang luar biasa. Ini memberikan kepuasan kepadanya. Perasaan dirinya sudah besar, walaupun umumya baru 14 tahun.
Pagi-pagi membeli barang, tengah hari menjual dan petangnya jual-beli suka serentak. Kalau hari sudah gelap di jalan dia sendiri saja yang masih ketinggalan, barulah kakinya mau diajak melangkah pulang. Pulpen, arloji, alat potret ditukamya dengan bahan pakaian atau barang kalengan dan sering juga kalau tidak ada barang penukar dibelinya dengan uang Nica. Inilah pekerjaan tiap-tiap hari sebentar di kota, kadang-kadang di Tanah Lapang, tidak jarang sehari-harian ia di Tanjung Periok. Di mana saja ada tangsi di situ ada rezeki buat dia.
Malam sudah pukul sepuluh. Ia bam pulang. Adiknya sudah tidur, hanya ibunya yang masih cemas menanti. Di kota Jakarta belum ada keamanan, sekali-sekali suara tembakan masih terdengar. Malam ini ia membuat satu rahasia yang berat menekan pada jiwanya. Rahasia yang tidak boleh diketahui oleh ibunya.
Seorang serdadu tidak mau menjual kain putih kepadanya melainkan ia harus mencarikan lebih dulu "bibi" (lacur). Berat dirasakan menolak permintaan serdadu itu, karena besar juga taruhannya. Arloji seharga 500 rupiah (Jepang) mau ditukarkan dengan seblok kain putih seharga 2.500. Hatinya sangsi, karena dia tahu ibunya tidak akan menyukai perbuatan serupa ini. Hari sudah senja. Untung yang masuk belum seberapa. Akhirnya keluar juga kata "Okey" diayun oleh napas yang berat. Disuruhnya serdadu itu menunggu di bawah pohon yang rindang di belakang tangsi dan dia pergi mencari barang umpanan.
Dia tidak usah mencari-cari. Tempat sudah diketahuinya, yaitu di sepanjang rel kereta api di Gambir, di pinggir jalan di bawah naungan pohon yang berderet-deret. Waktu ia sampai di tempat ini dan bertemu dengan gembel yang sedang bersolek, tiba-tiba lidahnya kaku. Bukan tidak biasa ia berbicara dengan gembel. Memang senang dia memperolok-olok gembel, malah sering juga dimaki-makinya. Tetapi sekarang gembel harus menolong dia untuk suatu maksud yang tidak baik diterima oleh hatinya.
Ama masih diam juga. takutkah dia ? Banyak pekerjaan yang lebih berbahaya sanggup dikeljakannya. Dia pernah dikejar oleh seorang serdadu Sikh yang ditipunya dengan arioji bampak. la lari sekuatkuatnya dengan menggondol wang seribu lima ratus rupiah. Hampir-hampir ia menyerah saja, karena takut ditembak. Tetapi akhirnya menang juga. Dia insyaf, bahwa pada detik-detik yang akhirlah terletak kemenangan. "Empok mau duit! Ada serdadu..... "Akalnya hilang sekejap. Dia harus berpikir dulu untuk meneruskan kalimat itu. Sukar dia beroleh jawab, "Apa lu mau kasi gua duit ?" Tiba-tiba Ama jadi pintar, menjadi biasa.
"Ya ikut gua, ada serdadu kaya, pukulan deh."
"Jauh apa engga ?" "Engga, dekat, di belakang tangsi." Sampai di sini saja pekerjaan yang sulit itu. Tetapi sekarang ada soallain yang lebih meminta perhatian. Ama harus jaga jangan sampai ditipu serdadu. Keputusan lekas diambil. "Gua jalan duluan, lu ikut ye?" "Gi dah, nanti gua susul."

Referensi : Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, Cerita Rakyat Betawi, 2004
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"http://agungrastafun.blogspot.com" "http://https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiarfXe_6olYygTlvdNvfGVDx6ULz0DNPSYoNlDlrx_L9_cnFdDkJLSD-PxQBRGSQRW7hPB1NcCtrrEub0wQCEqtOanCnz-2vmxH_k_0ljNJoY8FHY30Bp-kO6GiKjkoHSv75qtSu2XBShD/s1600/joget.gif"